JAKARTA | 24jamtop.com : Komisi XI DPR RI diyakini tidak mudah diintervensi dalam menetapkan calon pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Independensi ini dinilai penting ke depannya untuk menetapkan figur pimpinan BPK RI yang memiliki kredibilitas dan independensi.
"Lewat pimpinan BPK RI yang memiliki kredibilitas dan independensi, kita yakin ke depan tidak ada lagi yang namanya 'jual beli' dalam penetapan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terkait pelaksanaan penggunaan anggaran baik di daerah atau pusat," kata Ketua Umum Jaringan Pergerakan Masyarakat Bawah (Jaga Marwah) kepada pers di Jakarta, Jumat (02/08/2024).
Sebagaimana diketahui, proses pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap 75 nama calon anggota BPK RI telah yang diumumkan berdasarkan Keputusan Rapat Internal Komisi XI DPR RI, Senin (08/07/2024). Namun penetapan nama-nama itu justeru menuai sorotan sejumlah aktivis di Jakarta hingga elemen masyarakat daerah.
"Penetapan para calon pimpinan BPK RI kami nilai sangat penting mengingat maraknya indikasi 'jual beli' status opini WTP yang dilakukan sejumlah oknum terhadap sejumlah laporan keuangan pemerintah daerah," kata Edoy, panggilan akrab Edison Tamba.
Menurut aktivis pegiat anti korupsi ini, berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan didukung asas transparansi publik berdasarkan ketentuan Pasal 14 Ayat (3) Undang-Undang No 15 Tahun 2006, menyatakan bahwa calon anggota BPK RI diumumkan oleh DPR RI kepada publik untuk memperoleh masukan dari masyarakat.
Dipaparkan Edoy, buruknya laporan pertanggungjawaban pemerintah daerah kerap 'terlindungi' oknum di BPK RI yang terindikasi 'peliharaan' para pimpinan BPK RI.
"Apalagi kepala daerah yang berasal dari kader partai, kerap sekali laporan pertanggungjawabannya berubah signifikan sehingga meraih opini WTP," katanya.
"Dampaknya saat ini, atas dugaan permainan tersebut kerap kepala daerah merasa aman menggunakan keuangan negara dalam mengerjakan proyek baik pengadaan barang dan jasa, serta kontruksi kepada relasi terdekat meski tidak profesional. Alhasil, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) berkembang biak. Hal seperti ini harus dihentikan," tegas Edoy.
Edoy menerangkan, tujuan pemeriksaan atas laporan keuangan adalah untuk memberikan pendapat/opini atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan.
Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan.
“Fakta yang terjadi, temuan kerugian negara dalam LHP BPK itu kerap 'disulap' serta berubah status. Contohnya di Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Simalungun. Serta daerah lainnya juga banyak. Itu yang membuat negara kita semakin hancur," kata edoy.
Edoy kembali menguatkan Ketua Komisi XI DPR RI agar selektif dan jangan takut kalau ada yang intervensi.
"Ketua Komisi XI harus tolak calon pimpinan BPK RI yang memiliki track record kinerja yang buruk. Karena sejumlah daerah banyak laporan pertanggungjawaban keuangannya sangat buruk. Oleh karena itu, kita koordinasi ke supervisi pencegahan hari ini karena terpilihnya para pimpinan BPK RI yang berkualitas sangat mempengaruhi majunya pemerintahan di daerah," pungkas Edoy.@red