Jakarta | 24jamtop.com : Perseteruan antara Dewan Pers dengan Ketua Pengurus Wilayah Ikatan Wartawan Online (PW IWO) Sumatera Utara Teuku Yudhistira dengan semakin menarik diikuti.
Jika sebelumnya Yudhistira melaporkan DP ke Itwasum dan Bareskrim Polri dalam bentuk pengaduan masyarakat (Dumas) atas dugaan gratifikasi terkait kasus Ferdy Sambo, kini lembaga tersebut bakal menghadapi masalah baru.
Kali ini pria yang akrab disapa Yudis itu berencana mempidanakan DP terkait fitnah dan pencemaran nama baik lewat media sosial dan pemberitaan dengan penerapan UU Informasi Transaksi dan Elektronik (ITE).
"Saya rasa pelaporan secara pidana atas siaran pers yang dirilis resmi oleh Dewan Pers adalah cara yang tepat untuk mencermati fitnah dan pencemaran nama baik saya," tegasnya di Jakarta, Kamis (8/9/2022).
Ternyata pria asal Medan ini memiliki alasan kuat. Laporan secara pidana yang dirancangnya akan dimasukkan ke Bareskrim Polri mengenai 2 versi siaran pers menggunakan kop surat DP yang disebarkan secara online pada Rabu, 7 September 2022 kemarin.
"Pada siaran pers pertama ada 5 poin yang dirilis dewan pers. Di poin 4 disebutkan perlu kami jelaskan bahwa pelapor yang mengaku jurnalis itu belum mengikuti uji kompetensi wartawan (UKW) dan media nya pun belum terverifikasi," terang Yudis.
Namun beberapa jam setelah siaran pers pertama itu keluar, sambungnya, DP kembali merilis siaran pers kedua dengan model serupa. Hanya saja, poin klarifikasi atas dumas yang dimasukkan Yudis ke Mabes Polri, berkurang menjadi 4 poin.
"Poin keempat mendadak hilang. Saya tidak tahu alasannya. Dan terkait poin itu mereka tidak ada melakukan klarifikasi terkait tuduhan sangat keji terhadap saya sebagai jurnalis yang sudah mengabdi selama 23 tahun," tegasnya.
Padahal menurutnya, sejak tahun 2016, ia telah mengantongi kartu uji kompetensi wartawan (UKW) utama. Dan tentang status itu jelas terpampang di website dewan pers.
"Saya tidak tahu persis apakah ini bagian dari serangan balik atau memang mereka tidak teliti atau karena amburadulnya sistem pendataan UKW di DP, saya tidak tau. Tapi yang jelas saya dirugikan dalam hal ini. Sebab didalam satu group Whatsapp IJTI yang disebutkan oleh DP itu dipertanyakan oleh teman-teman jurnalis," tandasnya.
Terkait hal ini Yudis mengaku merasa heran dengan isi klarifikasi dewan pers yang seolah dumas yang diserahkannya ke Mabes Polri tidak ada artinya.
"Belum lagi pada poin pertama secara terang benderang rilis itu seperti hendak memposisikan bahwa DP selayaknya penyidik. Dari mana mereka tahu bahwa laporan saya tanpa fakta?. Kan itu tugas penyidik. Saya harap kawan-kawan di DP jangan terlalu cepat menyimpulkan dirinya benar. Biarkan aparat hukum yang mengujinya. Tidak perlu risih kalau memang bersih," ujarnya.
Untuk itu, mahasiswa Magister di salah satu kampus swasta di Medan ini tengah mengumpulkan semua dokumen atas siaran pers yang diketahuinya sudah dipublikasi secara luas di beberapa media nasional.
"Saya dengan kuasa hukum IWO Sumut tengah menyiapkan seluruh bukti untuk segera mempidanakan dewan pers atas hal tersebut sekalipun mereka men-take down salah satu poin klarifikasi itu. Pidana penyebarluasan dugaan fitnah telah terjadi," sebut Yudis.
Terkait hal ini juga, Yudis turut berharap kepada penyidik Bareskrim untuk segera menindaklanjuti dumas yang telah dilayangkannya pada 5 September 2022 lalu.
"Lewat siaran pers itu juga secara tidak langsung dewan pers telah membuka informasi bahwa pada saat konferensi pers di DP pada 15 Juli 2022, dihadiri puluhan wartawan. Sama seperti dengan dumas yang saya masukkan, seluruh wartawan yang hadir itu bisa turut dimintai keterangan. Bisa juga diperiksa rekeningnya atas dugaan adanya aliran dana dari kegiatan itu sehingga terlihat siapa yang menerima, dari mana dan berapa jumlahnya. Serta diperiksa saja CCTV dewan pers di hari preskon tersebut," pungkasnya.