Iklan

Iklan

Viral! Dokter Lois Owien Ngaku Tak Percaya Covid-19

12 Juli 2021, 01:01 WIB Last Updated 2021-07-11T18:01:32Z
masukkan script iklan disini
masukkan script iklan disini

MEDAN | 24JAMNEWS.TOP


Di saat dokter lain bahkan dokter di dunia tengah sibuk menangani covid-19, dokter Lois Owien justru santai menyebut bahwa covid-19 tidak ada.


Dokter Lois (Jeans) Owien pun sedang ramai di media sosial. Bahkan, Lois menyatakan Covid-19 itu tidak ada dan tidak percaya dengan memakai masker.


Ia pun semakin ramai jadi perbincangan pasca kemunculannya dalam video singkat acara Hotman Paris Hutapea.


Ia berani mengklaim hal itu dan menyebut bahwa banyak pasien rumah sakit saat ini bukan karena Covid-19 melainkan stress.


Selain itu juga, Dokter Lois berani mengatakan bahwa pasien rumah sakit yang selama ini diklaim meninggal dunia karena Covid sebenarnya disebabkan oleh interaksi obat.


Dokter Lois Jeans sendiri merupakan dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (UKI) pada tahun 2004.


Kemudian dokter Lois melanjutkan pendidikannya dalam bidang anti aging medicine di Malaysia.


Diketahui bahwa bidang keilmuan ini belum diakui sebagai bidang keilmuan dokter spesialis, melainkan hanya setara S2 di Indonesia.


Akun sosial media resmi yang dikonfirmasi milik Dokter Lois yakni instagram: @dr_lois7 dan Twitter: @LsOwien.


Dalam salah satu cuitannya, Lois mengatakan " Tidak tahu bhw obat Antivirus, Azithromycin, Metformin, obat TB dapat menyebabkan Asidosis laktat??? Double dosis dan interaksi antar obat menyebabkan Mortalitas asidosis laktat?? Jangan Protes tentang obat ke saya kalau ilmunya gak nyampe!!!!."


Salah seorang netizen dengan berani mengatakan Maaf dokter. Bisa tau nama lengkapnya? kok saya cari2 ga ketemu. Krn slm ini anda cuma bilang lulusan UKI dan Belgia, infokan juga jurnal anda, lulusan thn brp, praktek dimana? Kalau benar penting harusnya ada dong :) Biar masyarakat percaya dan ga ngira dokter ini waham.


"Dokter sakit jiwa, heran aja masih ada yg mau dengerin pendapat dia," sahut netizen lain.


Bikin Dokter Tirta Meradang


Dalam rekaman yang diambil saat tayangan Hotman Paris Show, dokter Lois blak-blakan mengaku tidak percaya covid-19 sebagai virus.


Menurutnya angka kematian yang disebut-sebut meninggal karena covid-19 sebenarnya karena interaksi antar obat yang diberikan.


Dokter Lois mengklaim ada sekitar 6 jenis obat yang diberikan kepada pasien di rumah sakit yang lalu diklaim meninggal dunia karena covid-19.


Sedangkan untuk orang yang kebanyakan masuk rumah sakit karena sistem imunnya menurun, dikatakan dokter Lois penyebabnya karena stress.


Dokter Tirta pun ikut buka suara atas hebohnya pernyataan dokter Lois ini.


Ia pun mencari tahu siapa sosok dokter Lois tersebut.


Hingga dokter Tirta pun mengungkap fakta mengejutkan. Ia menemukan fakta bahwa dokter Lois tidak terdaftar di IDI.


Dokter Tirta juga mengatakan bahwa sebelumnya dokter Lois ini pernah berupaya menghubungi dirinya secara pribadi.


"Ya memang benar, ibu Lois ini telah mengontak saya. Dan memang menyebarkan info-info yang menurut saya tidak masuk akal. Ibu Lois ini mengaku sebagai dokter. Setelah dikonfirmasi ke Ketua IDI Pusat dan Ketua MKEK. Beliau mengatakan bahwa dokter Lois tidak terdaftar di anggota IDI,", jelas Dokter Tirta melansir dari video berdurasi 8 menit yang ia unggah di instagram, kemarin.


Bahkan kata Tirta, Lois ini sudah memaki dan menghina para dokter dengan perkataan kasar. Dalam caption unggahannya, dokter Tirta pun memperingatkan kepada dokter Lois agar berhati-hati dalam berstatement.


"Statement terkait Ibu Lois jika anda turut menyebarkan informasi salah, terkait kematian covid. Maka anda juga bisa membahayakan sekeliling anda hati-hati dalam menerima informasi memang hak kebebasan berpendapat itu ada tapi jika pendapat tidak dibuktikan secara ilmiah di hadapan para ahli maka itu hoax," tegas dokter Tirta.


Selanjutnya dokter Tirta juga membagikan Sejumlah cuitan Dokter Lois perihal wabah covid-19 yang bertentangan dengan dokter pada umumnya. Bahkan, di salah satu postingan terdapat video ketika dokter Lois menyebut dokter lain dengan kalimat-kalimat kasar.


"Cuma karena kurang vitamin dan mineral, lansia diperlakukan sprti penjahat ?? Covid 19 bukan virus dan tidak menular !!!", katanya di salah satu postingan kemudian dibagikan dokter Tirta.


IDI Panggil Dokter Lois


Sementara, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) mengambil tindakan untuk dokter Lois Owien terkait pernyataanya tentang Covid -19.


Pernyataan dokter Lois viral terkait Covid-19 setelah dirinya mengunggah pandanganya di beberapa media sosial miliknya.


Merespons pernyataan yang tidak sesuai dengan realita yang ada di lapangan, IDI bertindak cepat dengan memanggil dokter Lois.


"MKEK sedang panggil yang bersangkutan," ucap Ketua Umum Pengurus Besar IDI, Daeng M Faqih kepada wartawan Minggu (11/7).


Dalam pernyataanya dokter Lois yang dikutip dari Instagram @dr.tirta mengatakan bahwa beberapa pasien yang diberikan antivirus, Azithromycin, Metmorfin, dan obat TB dapat menyebabkan Asidosis Laktat.


Asidosis laktat atau lactate acidosis sendiri merupakan kondisi tubuh yang memproduksi asam laktat yang berlebihan. Kondisi ini terjadi saat tubuh melakukan metabolisme anaerob (kadar oksigen rendah).


Asidosis laktat dapat disebabkan oleh kanker, konsumsi alkohol yang berlebihan, gagal hati, gagal jantung, hipoglikemia dalam jangka waktu lama, sepsis, dan kelainan genetik, seperti MELAS.


Penjelasan ahli


Apakah benar interaksi obat, seperti disampaikan dr Lois, dapat menyebabkan kematian pada pasien Covid-19?


Hal ini dijelaskan oleh Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt, Minggu (11/7).


Prof Zullies menjelaskan bahwa interaksi obat adalah adanya pengaruh suatu obat terhadap efek obat lain, ketika digunakan bersama-sama pada seorang pasien.


"Interaksi obat itu memang sangat mungkin dijumpai. Bahkan, orang dengan satu penyakit saja, rata-rata ada yang membutuhkan lebih dari satu macam obat," kata Prof Zullies.

Terkait pernyataan dr Lois yang menyebut interaksi obat menjadi penyebab kematian pasien Covid-19, Prof Zullies menekankan bahwa tidak semua interaksi obat itu berbahaya atau merugikan.


Karena sifat interaksi itu bisa bersifat sinergis atau antagonis, bisa meningkatkan, atau mengurangi efek obat lain.


"Interaksi obat juga ada yang menguntungkan, dan ada yang merugikan. Jadi tidak bisa digeneralisir, dan harus dikaji secara individual," ucap Prof Zullies.


Pada pasien dengan hipertensi, misalnya. Meski merupakan satu jenis penyakit, namun terkadang membutuhkan lebih dari satu obat, apabila satu obat tidak dapat memberi efek kontrol pada penyakit tersebut. Seringkali penderita hipertensi menerima dua atau tiga jenis obat anti hipertensi.


"Artinya, ini ada interaksi obat yang terjadi, tetapi yang terjadi itu adalah interaksi obat yang menguntungkan. Tapi tentu, pilihan obat yang akan dikombinasikan juga ada dasarnya, paling tidak mekanismenya mungkin berbeda," papar Prof Zullies.


Kendati demikian, Prof Zullies mengatakan bahwa ketika tambahan obat yang diberikan semakin banyak, maka masing-masing akan memiliki risiko efek samping obat.


Sehingga, hal ini pun akan selalu menjadi pertimbangan dokter dalam meresepkan obat pada pasiennya. Artinya, bahwa dengan semakin banyak obat, maka akan semakin meningkat juga risiko efek sampingnya.


Lebih lanjut, Prof Zullies mengatakan interaksi obat dapat merugikan apabila suatu obat menyebabkan obat lain tidak berefek saat digunakan bersama, atau memiliki efek samping yang sama.


Seperti obat hidroksiklorokuin yang sempat diajukan sebagai terapi pengobatan pasien Covid-19.


Efek samping obat ini dapat memengaruhi ritme jantung, jika digunakan dan dikombinasikan dengan obat yang juga sama-sama memiliki efek serupa, maka itu akan merugikan.


"Ada juga obat yang memberi interaksi dengan meningkatkan efek dari obat lain. Itu bagus, tetapi kalau peningkatan efeknya berlebihan, maka itu akan berbahaya," imbuh Prof Zullies.


Demikian juga obat untuk pasien Covid-19. Pada pasien Covid-19 dengan sakit ringan, biasanya akan diberikan obat antivirus, vitamin atau obat anti gejala.


"Akan tetapi, interaksi obat-obat ini bisa dihindari dengan mengatur cara penggunaan, misal diminum pagi dan sore, atau mengurangi dosis. Masing-masing interaksi obat itu ada mekanismenya sendiri-sendiri," jelas Prof Zullies. (ok)

Komentar

Tampilkan